Purnomo Satriyo Pringgodigdo: “Perjalanan waktu menunjukkan bahwa sistem informasi semakin dipergunakan secara signifikan ke dalam proses penyelenggaraan pemilu”
|
Reporter : Intan Mulyana Rukmanawaty
Editor : Pungki Dwi Puspito
Tulungagung (tulungagung.bawaslu.go.id). Divisi Hukum Data Informasi (HDI) Se-Jawa Timur telah melaksanakan diskusi mingguan yang ke - 8 dengan tema Sistem Informasi menghadirkan Ainun Najib selaku Founder Kawal Pemilu, Choirul Umam Ketua KPU Kota Blitar dan Aan Eko Widiarto dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Selain secara daring, kegiatan ini juga ditayangkan secara live di alamat https://www.youtube.com/watch?v=4G5BLXvJK4g. Kamis, 5/8/2021
Koordinator Divisi Hukum Data & Informasi Provinsi Jawa Timur, Purnomo Satriyo Pringgodigdo, dalam sambutannya Purnomo mengungkapkan perjalanan waktu menunjukkan bahwa sistem informasi semakin dipergunakan secara signifikan ke dalam proses penyelenggaraan pemilu. Hal ini, perlu diakui juga bagi penyelenggara pemilu.
Beliau juga mengingatkan kembali, bahwa dalam pelaksanaan Pilkada 2020 untuk 19 Bawaslu Kabupaten Kota seJawa Timur yang melaksanakan Pilkada mencoba untuk menginisasi menggunakan sistem informasi yang diberinama “Jatim Mengawasi”.
Menurut Kordiv HDI Jawa Timur, sistem informasi yang dinamai Jatim Mengawasi ini ada sedikit berbeda dengan sistem informasi lainnya yang dimiliki Bawaslu. Jatim Mengawasi, merupakan sistem informasi yang digunakan untuk mempersiapkan bilamana ada permohonan sengketa hasil yang diajukan oleh calon Kepala Daerah.
Sebagai penyelenggara pemilu yang bertugas di KPU, Choirul Umam mengakui fakta bahwa teknologi informasi telah menjadi newly basic need bagi kehidupan manusia. Begitu juga, urgensi-nya penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggara pemilu dan pemilihan.
Karena teknologi telah memainkan peran strategis dalam integral lembaga kepemiluan. Sejumlah negara telah menggunakan teknologi dalam pelaksanaan pemilu, dimana melalui teknologi mampu memperkuat trust bagi penyelenggara pemilu dalam menjalankan tugasnya.
“Teknologi telah memainkan peran strategis dalam lembaga kepemiluan. Karena teknologi merupakan salah satu solusi untuk mencapai efisiensi teknis di tahapan pemilu, baik saat proses pemutakhiran terutama untuk memperbaiki akurasi mutarlih dalam mengidentifikasi duplikasi data pemilih, memperkuat kepercayaan diantara stakeholder dan mempercepat proses-proses penghitungan, rekapitulasi dan penyajian hasil pemungutan”, terangnya.
Gagasan terhadap pentingnya pemanfaat Informasi Teknologi (IT) di pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan dikuatkan oleh penjelasan dari praktisi IT yang sudah melintang di perusahaan online market place dan juga sebagai pemantau Kawal Pemilu yang di dirikannya.
Berdasarkan problematika pelaksanaan Pemilu 2019 yang banyak meninggalkan permasalahan teknis di lapangan, Ainun Najib mengusulkan adanya e-Reporting dan e-Rekap sebagai solusi permasalah sebagaimana yang pernah di alami penyelenggara pemilu 2019.
Ainun menjelaskan, e-Reporting merupakan pelaporan dengan sistem on line dengan memanfaatkan foto digital dan digital signature juga timestamping. Adanya e-Reporting ini tentunya akan merubah kebiasaan lama yang masih menggunakan sistem laporan manual atau off line.
Sedangkan e-Rekap merupakan sistem rekap suara secara berjenjang dari TPS, yang dilengkapi fasilitas recording sistem bila terjadi koreksi atau perubahan data tentunya akan dibubuhi tanda tangan melalui digital signature juga timestamp. Sehingga, penyelenggara pemilu akan mudah untuk mengoreksi perubahan atau perbaikan data secara akurat.
Penggunaan IT dalam proses teknis penyelenggaraan pemilu terutama dalam e-voting, bila dilihat dari segi hukum dimungkinkan bisa dilaksanakan oleh lembaga penyelenggara pemilu. Menurut Aan Eko Widiarto selaku akademisi di fakultas hukum, permohonan penggunaan metode e-voting dalam pelaksanaan pemilihan/pilkada pernah diajukan Bupati Jembrana I Gede Winasa bersama 20 kepala dusun di Kabupaten Jembarana di Mahkamah Konstitusi.
Uji materi atas pasal 88, UU No 32 Tahun 2004 akhirnya menghasilkan keputusan e-voting di perbolehkan dalam Pilkada. MK menilai, Pasal 88 adalah konstitusisonal sepanjang diartikan dapat menggunakan e-voting dengan syarat secara akumulatif yang menjamin pelaksanaan pilkada yang demokratis, luber, dan jurdil.
“Bilamana secara hukum diterapkan e voting dalam pemungutan suara maka, harus tidak melanggar asas langsung umum bebas rahasia (luber) dan jujur adil, dan tentunya sudah ada kesiapan baik dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia, perangkat lunaknya, dan kesiapan masyarakat”, terang beliau.