Respon kelembagaan, kunci mengeliminasi praktik diskriminasi terhadap perempuan
|
Respon kelembagaan adalah kunci utama untuk mengeliminasi praktik-praktik diskriminasi terhadap perempuan yang terjadi dalam sebuah lembaga. Demikian pandangan Eka Rahmawati Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur saat tampil sebagai pemateri dalam Kegiatan Serial Diskusi Pemilu/Pilkada dan Perlindungan Hak Kelompok Rentan dengan Tema “Diskriminasi Berbasis Gender dalam Praktik Elektoral” yang diselenggarakan secara daring oleh Bawaslu Jatim Selasa (19/5/2020).
Selain Eka Rahmawati, tampil pula sebagai narasumber Sri Budi Eko Wardani dari Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, dan Olivia Ch Salampessy Komisioner Komnas Perempuan. Acara dibuka oleh Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin sekaligus sebagai keynot speaker
Mochammad Afifudin Anggota Bawaslu RI saat membuka acara sekaligus sebagai keynot speakerEka Rahmawati menjelaskan, dibutuhkan kerangka untuk menentukan apa saja yang termasuk dalam bentuk diskrimnasi terhadap perempuan agar memudahkan proses pemberian respon yang layak dari suatu lembaga terhadap korban diskriminasi.
“Beberapa tantangan yang perlu dihadapi dalam permasalahan diskriminasi gender antara lain belum adanya akses kepada masyarakat luas terkait hal-hal yang termasuk dalam bentuk diskriminasi, kurangnya sensitivitas dari masyarakat tentang bentuk diskriminasi atau pelecehan yang dialami perempuan, adanya tekanan kepada korban agar tidak melaporkan diskriminasi atau pelecehan yang dialami”, ujar Eka.
Ditambahkan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu akhirnya dijadikan acuan bagi penyelenggara Pemilu yang melakukan praktik diskriminasi atau pelecehan terhadap perempuan.
Pemateri lain Sri Budi Eko Wardani menyampaikan bahwa Keterlibatan perempuan di jantung kekuasaan politik berhadapan dengan anggapan umum tentang perempuan. ‘’Beberapa tantangan keterlibatan perempuan dalam penyelenggaraan Pemilu antara lain sumber daya perempuan dianggap belum potensial, distribusi pengetahuan tentang kepemiluan masih terbatas, rekam jejak dalam organisasi dan kepemiluan terbatas, proses seleksi yang belum partisipatif, serta adanya kepentingan politik yang berpotensi menghambat partisipasi perempuan’’, jelas Sri Budi Eko Wardani.
Narasumber yang lain Sri Budi Eko Wardani dari Departemen Ilmu Politik Universitas IndonesiaSementara Olivia Ch Salampessy mengungkap beberapa temuan terkait perempuan dalam konteks Pilkada. Diantaranya penyempitan ruang politik perempuan yang hendak mencalonkan diri; politisasi dan eksploitasi isu perempuan untuk kepentingan pemenangan. Selain juga kekhawatiran perempuan akan keamanan baik sebelum, saat dan setelah Pilkada; serta kekerasan, ancaman, dan teror yang dialami oleh perempuan calon kepala daerah dan perempuan pemilih
Olivia Ch salampessy narasumber dari Komnas PerempuanOlivia berharap adanya optimalisasi peran penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) dalam penguatan kapasitas pemilih khusunya pemilih perempuan dan kelompok rentan.
Kegiatan Serial Diskusi Pemilu/Pilkada dan Perlindungan Hak Kelompok Rentan dengan Tema Diskriminasi Berbasis Gender dalam Praktik Elektoral diikuti oleh seluruh komisioner dan koordinator sekretariat Bawaslu kabupaten/kota se-Jawa Timur. Selain itu beberapa komisoner Bawaslu daerah lain di Indonesia juga terlihat bergabung. (MA)