Lompat ke isi utama

Berita

Potensi Sengketa Pasca Verifikasi Parpol Pemilu 2024 ?

Penulis : Fayakun

Hari ini Rabu, 30 November 2022 adalah hari ke 8 verifikasi faktual perbaikan kepengurusan dan keanggotaan (24 nopember 2022 -7 desember 2022) dan 22 hari jelang penetapan parpol peserta pemili (14 desember 2022).

Pada tahapan dan pasca pendaftaran, verifikasi dan penetapan Parpol calon peserta pemilu adalah salah satu diantara kerawanan adanya sengketa proses pemilu yang diajukan ke bawaslu dan ada yang berlanjut ke peradilan sengketa proses pemilu tata usaha negara Pemilu.

Dalam catatan penulis terhadap perkara sengketa proses pemilu terhadap verifikasi Parpol adalah salah satu titik awal adanya sengketa sengketa proses pemilu selanjutnya, karena perkara sengketa proses pemilu bukan saja menyangkut perkara verifikasi Parpol tetapi juga mencakup obyek perbedaan sengketa antar peserta, penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; dan penetapan Pasangan Calon yang melibatkan subyek sengketa peserta dengan Penyelenggara Pemilu (KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/kota sebagai akibat keputusan KPU, KPU  Provinsi,Kabupaten/Kota. Seperti dalam catatan penulis hingga memasuki Oktober 2018, Badan Pengawas Pemilu RI, Provinsi, dan Kabupaten/Kota telah menyelesaikan sebanyak 502 kasus sengketa proses Pemilu 2019.

Sedangkan tahun 2022 dalam tahab pendaftaran dan verifikasi Parpol calon peserta pemilu 2024 tercatat ada 5 (lima) parpol yang mengajukan sengketa ini yakni Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Partai Keadilan dan Persatuan, Partai Republik, Partai Partai Republik Indonesia, dan Partai Swara Rakyat Indonesia Indonesia (Parsindo).

Dalam prediksi saya terbuka ruang adanya potensi sengketa proses pemilu pada tahapan pasca Verifikasi Parpol Pemilu 2024 ketentuan mengenai sengketa proses pemilu melalui majelis sengketa Bawaslu diatur didalam Pasal 466-469  UU 7/2017 tentang Pemilu beserta Perbawaslu 9/2022. Sedangkan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Pemilu diatur didalam Pasal 470-472 beserta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu. Berdasarkan Pasal 471 UU No. 7/2022 memberikan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara untuk rnenerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan Sengketa Proses Pemilihan Umum.

Siapa saja pihak pemohon sengketa?

  1. Pemohon penyelesaian sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu terdiri atas: pihak yang dinyatakan belum atau tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Peserta Pemilu, yakni partai politik calon Peserta Pemilu yang mendaftar ke KPU atau KPU Provinsi sesuai kewenangannya sebagai Peserta Pemilu.
  2. Bakal calon anggota DPD yang mendaftar ke KPU
  3. Bakal Pasangan Calon yang mendaftar ke KPU
  4. Partai Politik Peserta Pemilu yang mendaftarkan bakal calon anggota DPR, anggota DPRD provinsi, atau anggota DPRD kabupaten/kota yang dinyatakan belum atau tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR, anggota DPRD provinsi, atau anggota DPRD kabupaten/kota oleh KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.
  5. Pihak yang telah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu, yakni Partai Politik Peserta Pemilu, calon anggota DPD; dan/atau Pasangan Calon.
  6. Partai Politik Peserta Pemilu yang mendaftarkan bakal calon anggota DPR, anggota DPRD provinsi, atau anggota DPRD kabupaten/kota dan telah ditetapkan sebagai calon anggota DPR, DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota oleh oleh KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya. (Pasal 16 Perbawaslu 9 /2022).

Siapa yang yang menjadi Termohon? Termohon dalam penyelesaian sengketa Peserta Pemilu dengan  penyelenggara Pemilu terdiri atas:

  1. KPU
  2. KPU Provinsi; dan
  3. KPU Kabupaten/Kota

Sesuai dengan tingkatannya. (Pasal 20 Perbawaslu 9 /2022).

Potensi sengketa sangat wajar mengingat perjuangan yang panjang bagi Pemohon parpol setelah dilakukan proses verifikasi oleh KPU, KPU Prov, KPU Kab/Kota tentu Parpol yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) akan menggunakan ruang sengketa proses pemilu sebagaimana diberikan UU sebagai upaya terakhir jika dinyatakan tidak lolos verifikasi atau tidak memenuhi syarat.

Pada prinsipnya sengketa proses pemilu merupakan sengketa yang terjadi antar-peserta pemilu dan sengketa antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang diakibatkan karena perbedaan penafsiran atau suatu. Objek Keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, atau keputusan KPU Kabupaten/Kota adalah dalam bentuk surat keputusan dan/atau berita acara (Pasal 15 Perbawaslu 9 Tahun  2022).

Sengketa proses pemilu antara parpol dengan penyelenggara pemilu (KPU) diajukan ke Bawaslu RI paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal penetapan keputusan KPU, dan Bawaslu memeriksa dan memutus sengketa proses pemilu paling lama 12 (dua belas) hari  sejak diterimanya permohonan melalui proses adjudikasi.

Ada perbedaan hari terhadap sengketa antar peserta dalam kondisi tertentu dihitung berdasarkan hari kalender..Dalam hal terdapat kondisi tertentu, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan menyelesaikan sengketa antar-Peserta Pemilu paling lama 3 (tiga) hari kalender terhitung sejak permohonan disampaikan seperti meliputi, akses geografis yang sulit dijangkau, akses komunikasi yang sulit terjangkau; dan/atau keadaan lain yang menyebabkan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, atau Panwaslu Kecamatan tidak dapat menyelesaikan sengketa antar-Peserta Pemilu pada hari yang sama. (Pasal 7 Perbawaslu 9/2022).

Substansi sengketa proses yang diajukan oleh parpol tentu lebih banyak berkaitan dengan proses pelaksanaan tahapan verifikasi yang menurut parpol tidak sesuai dengan aturan main dikaitkan dengan fakta-fakta pelaksanaan verifikasi di lapangan yang dilakukan KPU, KPU Prov, KPU Kabupaten/Kota.

Sengketa proses pemilu merupakan ruang melakukan uji pelaksanaan verifikasi Parpol apakah verifikasi yang dilakukan KPU sudah sesuai dengan ketentuan peraturan ataukah belum, melalui sengketa proses pemilu yang dilakukan Bawaslu, Bawaslu Prov, Bawaslu Kab/Kota.

Ada 2 hal penting yang perlu dipahami mengenai hak Pemohon (Parpol) dan hak termohon (KPU, KPU Prov, KPU Kab/Kota) dalam upaya hukum selanjutnya.

Jika permohonan Pemohon (Parpol) sengketa proses ditolak oleh Bawaslu, Bawaslu Prov, Bawaslu Kab/Kota, maka Pemohon (parpol) masih dapat menggunakan hak mengajukan gugatan/sengketa tata usaha negara pemilu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Bagaimana jika putusan Bawaslu, Bawaslu Prov, Bawaslu Kab/Kota menerima/mengabulkan permohonan Pemohon (Parpol) jawabanya adalah jika putusan Bawaslu menerima/mengabulkan permohonan Pemohon (Parpol) dalam sengketa proses pemilu, maka KPU RI, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota tidak memiliki hak hukum untuk mengajukan sengketa tata usaha negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara

Menurut Perma No.5 /2017 Sengketa Proses Pemilihan Umum adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara pemilihan umum antara partai politik calon Peserta Pemilu atau calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaterr/ Kota, atau bakal Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang tidak lolos verifikasi dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten /Kota sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, Keputusan KPU Provinsi dan Keputusan KPU Kabupaten/Kota.

Gugatan sengketa proses pemilihan umum diajukan di pengadilan di tempat kedudukan tergugat, paling lama 5 (lima) hari setelah dibacakan putusan Bawaslu,ยท Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota. Putusan pengadilan tata usaha negara bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum berdasarkan ketentuan Pasal 471 ayat (5) UU 7/2017 Jo Perma No. 5 tahun 2017.

Potensi sengketa masih terbuka lebar pada tahapan pencalon legislatif (DPR, DPD, DPRD) maupun pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang akan dilakukan oleh bakal calon maupun calon ataupun peserta pemilu jika penyelenggara tidak melakukan sosialisasi sejak dini maupun jika KPU, KPU Provinsi, KPU Kab/Kota melakukan ketidak adilan dalam penyelenggaraan serta tidak melaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan dan hal tersebut tidak dapat di sepelekan karena runtutannya akan berakibat hukum selanjutnya.

Karena masalah fundamental yang paling berbahaya adalah ketika publik meragukan proses penyenggaraan pemilu. Selain dapat mendelegitimasi juga dapat menimbulkan sikap antipati terhadap penyelenggara pemilu .

Salam awas

Komisioner Bawaslu Tulungagung

Tag
Tak Berkategori