Lompat ke isi utama

Berita

PILKADA SERENTAK 2020 DENGAN MENERAPKAN E-VOTING?

Oleh :
Fayakun, S.H., M.Hum., M.M.

Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri baik yang dilembagakan melalui gagasan Negara demokrasi maupun yang diwujudkan melalui gagasan Negara hukum (nomocras) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum, begitu pula cita-cita yang termuat di dalam pasal-pasal Undang-Undang Pemilihan Umum/Undang-undang Pilkada belum sepenuhnya bisa dilaksanakan oleh penyelenggara Pemilu dan Pemerintahan yang dimungkinkan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Menurut Hikmahanto Juwana, (dalam tulisan Ikatan Hakim Indonesia, Varia Peradilan, Majalah Hukum tahun XXI No. 244 Maret 2006, halaman 56) sulitnya penegakkan hukum di Indonesia sudah diawali dari pembuatan peraturan perundang-undangan ini sendiri  yaitu Pembuatan peraturan perundang-undangan tidak memberi perhatian yang cukup apakah aturan yang dibuat nantinya bisa dilaksanakan dengan baik dan benar atau tidak. Pembuat peraturan perundang – undangan    telah melakukan mengambil asumsi aturan yang dibuat akan dengan sendirinya dapat berjalan, tanpa melihat situasi dan kondisi kemampuan masyarakat. Sehingga timbul ungkapan peraturan atau perundang-undangan dibuat bukan untuk dipatuhi tapi untuk dilanggar. 

Ulasan tulisan berikut penulis membahas salah satu contoh Pasal di dalam UU Pilkada yang belum mampu dilaksanakan oleh penyelenggara sejak tahun pembuatan UU (2014-2016) mengenai pemberian suara melalui sistem e-voting sebagaimana keberadaan pasal 85 yang masih berlaku dalam undang-undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Pembahasan dan perbincangan E-Voting mengemuka jelang Pilkada 2015. Bahkan hal ini pernah disampaikan ketua Bawaslu waktu itu Muhammad, di sela-sela diskusi Sosialisasi Hasil Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu 2014 dan Persiapan Pilgub, Pilbup, dan Pilwali 2015 di Gedung Auditorium Adhiyana Wisma Antara Jakarta, Rabu (10/12) dengan mengatakan “kalau e-voting, menurut saya masih perlu dikaji," bahkan Bawaslu memberi warning kepada KPU untuk tidak terburu-buru. (https://www.bawaslu.go.id/, 11 Desember 2014). Sebagai patner, Bawaslu mengimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara untuk tidak terburu-buru menerapkan e-voting pada pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) 2015 nanti. "Karena e-voting tidak hanya teknologi, tetapi juga ada prasyarat lain yang harus disiapkan. Ada aspek sosiologis, ada aspek budaya, sehingga perlu dipersiapkan dengan tidak terburu-buru," ujarnya. Meski KPU telah melakukan sejumlah kajian, diskusi, dan meminta penjelasan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT), namun selaku pengawas pemilu, Bawaslu tidak setuju jika pemilu elektronik digelar pada pilkada 2015.

Ide E-Voting jelang pemilu 2019 hal ini juga pernah disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, berharap e-voting bisa diterapkan pada Pemilu 2019, jika uji coba sistem tersebut memberikan hasil yang baik demikian dilansir dari JPPN.com.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di seluruh Indonesia pada tahun 2020 ini sebanyak 270 Daerah, termasuk di Jawa Timur ada 19 Kabupaten/Kota yang akan menggelar Pilkada. Mungkinkah Pilkada Serentak 2020 menerapkan pemungutan suara memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara secara elektronik walaupun kepastiannya belum menerapkan pemberian suara secara elektronik, namun besar kemungkinan pada pemilihan-pemilihan yang akan datang bisa menggunakan sistem metode e-voting. Hal ini karena dasar hukum pemberian suara secara elektronik telah diatur dalam UU Pilkada.

Dalam ketentuan Undang-Undang Pilkada yaitu dalam Pasal 85 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang ditegaskan bahwa pemberian suara untuk pemilihan dapat dilakukan dengan cara memberi tanda satu kali pada surat suara; atau memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara secara elektronik. Selanjutnya pemberian e-voting diperluas melalui Pasal 85 UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dinyatakan secara jelas Pemberian suara untuk Pemilihan dapat dilakukan dengan cara : memberi suara melalui peralatan Pemilihan suara secara elektronik. Adapun Pemberian suara secara elektronik sebagaimana dimaksud dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan Pemerintah Daerah dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah.

Di beberapa Pilkades saja sudah ada yang menggunakan pemilihan suara secara elektronik. Misalnya sebanyak 69 Desa menggelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak 2019 dengan menggunakan metode elektronik voting (e-voting), yang tersebar di 19 Kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan pesta demokrasi tingkat desa sudah menggunakan metode e-voting keempat kali dan banyak kelebihannya dibanding cara konvensional manual dengan cara mencoblos langsung surat suara. (baca : Semangat Warga Boyolali Gelar Pilkades dengan Teknologi E-voting Semangat Warga Boyolali Gelar Pilkades dengan Teknologi E-voting, liputan6.com, edisi 29 Juni 2019). Selanjutnya 4 Dusun di Desa Jembrana, Bali menerapkan Pilkades dengan E-Voting (beritasatu.com tanggal 24 Juli 2013), serta 18 Desa di Kabupaten Magetan juga menerapkan Pilkades dengan sistem pemungutan suara E-Voting (detik.com tanggal 23 Agutus 2019).

Menurut penulis menggunakan E-voting menjadi salah satu alternatif dalam sistem pemberian suara seperti yang diatur dalam undang-undang. Bukan hanya Pilkada saja, namun dalam pelaksanaan Pemilu-Pemilu berikutnya, juga bisa menggunakan e-voting. Untuk itu Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian suara menggunakan e-voting menurut Pasal 85 ayat (3) UU No. 1 tahun 2015 perlu diatur dengan Peraturan KPU. Sayangnya pemberian suara melalui sistem e-voting belum dapat dilaksanakan hingga kini.

Begitu pula dalam hal Penghitungan Suara di TPS pun dapat menggunakan penghitungan dengan elektronik (metode electronic counting) sebagaimana diatur pasal 98 ayat (3) UU No 1 tahun 2015, ditegaskan dalam hal pemberian suara dilakukan secara elektronik, penghitungan suara dapat dilakukan dilakukan dengan cara manual dan/atau elektronik. Untuk Pilkada Serentak Tahun 2020, sekali pun pemberian suara dengan memberi tanda atau mencoblos, namun informasinya dalam penghitungan suara akan menggunakan e-rekap, atau penghitungan suara secara elektronik, benarkah?

Menurut Pasal 85 UU No. 10 tahun 2016, terkait pelaksanaan pemberian suara secara elektronik atau e-voting tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan Pemerintah Daerah dari segi infrastruktur dan kesiapan masyarakat berdasarkan prinsip efisiensi dan mudah, khususnya infrastruktur dan kesiapan masyarakatnya. Infrastruktur yang dimaksud tentunya adalah perangkat atau alat untuk pemberian suara secara elektronik. Mampukah Pemda menyiapkan perangkat tersebut untuk penyelenggaraan Pilkada, kemudian SDM yang menjalankan perangkat tersebut. Selain juga penyedia perangkat yang dibutuhkan aman dan dapat dipertanggungjawabkan.  Selain itu jika mengacu Pasal 85 ayat (3) UU No. 1 tahun 2015 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian suara melalui E-Voting tidak lepas dari aturan Peraturan KPU. Artinya ada 2 (dua) yang dapat menjadi pendukung pemberian e-voting (pemberian suara melalui elektronik), dalam Pilkada dapat dilaksanakan, Pertama adalah kesiapan Pemerintah Daerah yang menyelenggarakan, dan Kedua adalah Pedoman PKPU.

Manfaat pelaksaan e-voting (pemberian suara melalui elektronik) sangat mungkin dilakukan, karena secara prinsip e-voting mengedepankan kemudahan dan efisiensi. Pemilih tinggal menyentuh panel komputer yang disediakan. Di layar itu akan muncul gambar dan nomor urut calon, pemilih tinggal menyentuh salah satu calon. Hasilnya akan direkap secara otomatis dan hasil pilihan itu juga akan dicetak secara manual. Sehingga selain penghitungannya bisa langsung secara elektronik, juga bisa dilakukan secara manual melalui hasil cetak pilihan secara elektronik tadi. Pelaksanaan e-voting dan e-rekapitulasi secara anggaran akan terjadi efisiensi yang cukup besar.

E-voting merupakan sebuah sistem yang memanfaatkan perangkat elektronik dan mengolah informasi digital untuk membuat surat suara, memberikan suara, menghitung perolehan suara, menayangkan perolehan suara dan memelihara serta menghasilkan jejak audit. Dibandingkan dengan pemungutan suara konvensional, e-voting menawarkan beberapa keuntungan‚ kata Hadar Gumay dalam Dialog Nasional Pemanfaatan E-voting untuk Pemilu di Indonesia Tahun 2014, Rabu 19 Mei 2010 lalu di BPPT.

Dalam kacamata penulis salah satu titik awal penting bagi pengembangan landasan hukum pelaksanaan e-voting dalam pemilu adalah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk menindak lanjuti keputusan Mahkamah Agung (MA) agar e-voting dapat diimplementasikan penggunaannya pada pemilu, dibutuhkan kebijakan-kebijakan, serta aturan dan regulasi yang jelas dan tegas yang mengatur penggunaan e-voting dalam pemilu. Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam penerapan e-voting penggunaan e-KTP harus sudah dilengkapi dengan sidik jari dan chip. Melalui penggunaan e-KTP ini diharapkan sudah tidak ada lagi peluang pemilih ganda dan warga negara yang berhak memilih tapi tidak terkoordinir atau tidak terdaftar. Menurut saya diperlukan pelatihan terlebih dahulu sebelum benar-benar melaksanakan e-voting. E-voting ini adalah teknologi baru di Indonesia. Jadi yang utama adalah kesiapan dari masyarakat yang akan melaksanakan ini.

Menurut Jimly Asshidiqie setidaknya terdapat empat hal yang harus dipersiapkan dalam perencanaan penerapan e-voting nanti, mulai dari persiapan personil penyelenggara Pemilu dan peserta, persiapan data kependudukan, persiapan teknis terkait dengan teknologi serta persiapan dari masyarakat, sudah harus siap sebelum kita melangkah lebih jauh.

Memang seandainya bisa diterapkan maka Petugas TPS tidak perlu terlalu banyak, satu TPS bisa melayani pemilih hingga seribu orang. Begitu dengan logistik seperti surat suara, kotak suara, formulir-formulir yang jumlahnya cukup banyak, hingga distribusi dan lainnya, tidak lagi diperlukan. Otomotis akan menekan biaya atau anggaran pelaksanaan Pilkada. Namun untuk mempersiapkan e-voting dalam Pilkada, dibutuhkan perencanaan dan koordinasi yang matang agar bisa dilaksanakan dengan baik dan lancar. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) saja bisa menggunakan e-voting, mengapa penyelenggara Pemilu tidak bisa melaksanakan e-voting? Pelaksanaan e-voting tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba. Apalagi dengan waktu yang singkat dan peralatan yang belum siap. Serta kesiapan masyarakat, apakah bisa menerima sistem e-voting itu atau justru menolaknya. Perlu waktu sosialisasi maupun uji coba yang berkesinambungan, sehingga hasilnya bisa dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Tidak lupa, apakah perangkat e-voting itu bisa disiapkan oleh penyedia jasanya untuk kebutuhan pelaksanaan e-voting tersebut. Apakah dengan penggunaan e-voting, tingkat partisipasi akan meningkat atau justru sebaliknya semakin rendah. Karena tidak semua masyarakat familiar dengan teknologi yang ada. Begitu pula faktor keamanan, apakah semakin kondusif atau justru sebaliknya. Harus ada kajian dan survei terkait kebijakan yang akan diambil tersebut. Selain itu jika E-voting di terapkan maka Bawaslu harus mempersiapkan SDM berbasis elektronik dalam pengawasan termasuk peran Badan Pengkajian Dan penerapan Teknologi (BPPT) sangat di butuhkan. Termasuk antisipasi adanya potensi peretasan. Selanjutnya jika e-voting tidak pernah diterapkan dalam pemungutan suara atau demokrasi kita belum siap menggunakan e-voting dalam pemilu/pilkada, sebaiknya keberadaan pasal 85 yang mengatur e-voting dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang,  perlu dikaji ulang keberadaan pasal tersebut.

Penulis adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Tulungagung

Tag
Tak Berkategori