Opini: Pilkada ditengah Kepungan Virus Covid-19 dan Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar
|
Ketua/Kordiv Sengketa Bawaslu Kabupaten Tulungagung
Pelaksanaan Pilkada 2020 sesuai jadwal dilaksanakan pada 23 September 2020. Namun dalam perjalanan muncul pandemi jenis virus corona covid-19. Banyak opsi dalam upaya mencegah dan memberantas virus corona covid -19 sesuai UU tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU No. 6 th 2018) sehingga pada tanggal 31 Maret 2020 Pemerintah mengeluarkan 2 (dua) Peraturan pelaksana Pertama, berupa Peraturan Pemerintah (PP), Kedua, berupa Keputusan Presiden (Kepres) dimana keduanya merupakan pelaksana dari UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam menghadapi wabah virus corona covid -19 Pemerintah lebih memilih opsi langkah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dimasyarakat demi mengatasi dampak penyebaran Covid-19 di Tanah Air dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Pemerintah juga sejak tanggal 31 Maret 2020 telah menetapkan kedaruratan kesehatan masyarakat melalui Keputusan Presiden (Kepres) Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 Covid- 19), yang menyatakan bahwa virus covid 19 merupakan penyakit yang menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk itu wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kini Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki landasan hukum dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), dan aparat penegak hukum juga memiliki dasar hukum secara jelas dengan mengacu PP No. 21 tahun 2020 tentang PSBB dan Kepres No. 11 tahun 2020 Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Dilansir dari kompas.com hingga Rabu (1/4/2020), total ada 854.608 kasus di 201 negara, 176.908 sembuh yang meninggal sebanyak 42.043 orang, di Indonesia pada selasa 31 Maret 2020 dilaporkan tambahan sebanyak 114 kasus baru, total mencapai 1.528 kasus. Pasien sembuh diketahui bertambah 6 orang menjadi 81 dan kassus meninggal dunia bertambah 14 orang sehinga total menjadi 136 orang. Adapun di Jawa Timur terkonfirmasi 93, sembuh 16 orang dan meninggal 8 orang.
Virus Covid -19 telah menyita tenaga dan fikiran serta ketakutan seluruh masyarakat dunia. Beberapa istilah yang trend diantaranya : Lockdown (situasi yang melarang warga untuk masuk ke suatu tempat karena kondisi darurat), social distancing, (mengurangi jumlah aktivitas di luar rumah dan interaksi dengan orang lain, mengurangi kontak tatap muka langsung), physical distancing (jaga jarak fisik secara aman), karantina (membatasi seseorang agar tidak berinteraksi dengan orang lain, digunakan untuk seseorang yang telah terpapar virus corona namun belum menunjukkan gejala sakit digunakan untuk seseorang yang telah terpapar virus corona namun belum menunjukkan gejala sakit), adalah sering digunakan dalam penanganan virus corona. Sehubungan dengan karantina kesehatan ada empat jenis karantina berdasarkan UU No 6 Tahun 2018 Bab VII Pasal 49, yakni karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Luas (PSBB).
Penyebaran Virus Corona covid -19 dengan jumlah kematian telah meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia telah mengakibatkan terjadi keadaan tertentu sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan. Kasus penyebaran virus Corona atau Covid-19 di Indonesia terus meningkat setiap hari Pemerintah didesak oleh sejumlah pihak untuk mengeluarkan kebijakan tegas guna memutus penyebaran pandemi tersebut. Salah satunya dengan menerapkan karantina wilayah.
Anies Baswedan gubernur DKI jakarta usulkan karantina wilayah ke pemerintah pusat kaena kondisi jakarta sudah mengkhawatirkan. Kementerian Perhubungan juga telah mengusulkan pemberlakuan karantina wilayah di perbatasan Jabodetabek. Plt Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Timur (Kaltim), Andi M Ishak, juga telah mengusulkan diberlakukan karantina wilayah untuk menekan penyebaran virus Corona (COVID-19) (https://news.detik.com edisi 31 Maret 2020), Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Siti Setiati juga menyarankan Presiden Joko Widodo untuk melaksanakan karantina wilayah secara terbatas atau local lockdown untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19) semakin meluas (https://www.cnnindonesia.com edisi 27/03/2020), namun karantina wilayah yang ditawarkan sejumlah pihak ditolak Pemerintah lebih memilih pembatasan sosial skala besar, Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Indonesia kini telah dilanda wabah, sementara Pilkada sudah memasuki periode, begitu berpengaruh dan berdampaknya agenda tahapan-tahapan Pilkada karena selalu mendatangkan kerumunan banyak orang. Bahkan dalam pembentukan PPK, PPS, KPPS dan PPDP. Selain kegiatan sosialisasi yang targetnya adalah sebanyak mungkin masyarakat yang telah memiliki hak pilih. Dengan kebijakan pemerintah terkait pencegahan penularan virus tersebut, dipastikan menggangu sejumlah tahapan yang sedang berjalan. Karena KPU harus tunduk juga terhadap kebijakan pemerintah tersebut, yakni dengan mencegah terjadinya berkerumunannya orang banyak. Belum lagi pada saat kampanye dan hari H pencoblosan, yang memaksa semua orang berkumpul untuk menyampaikan hak suaranya. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arif Budiman dalam diskusi daring bersama Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ahad, 29 Maret 2020 mengatakan lembaganya tengah mengkaji beberapa opsi penundaan Pilkada 2020. Ia mengatakan sudah ada beberapa skenario, mulai dari menunda tiga bulan, hingga menunda setahun penuh. Opsi pertama tersebut dipilih dengan asumsi wabah virus corona akan mereda sebelum bulan Juni 2020. Namun melihat perkembangannya, KPU menangkap ada prediksi yang mengatakan virus corona baru reda pada Oktober 2020. Maka KPU menyiapkan skenario berikutnya, yakni memindahkan hari pencoblosan pada Maret 2021. Maka tahapan bisa dilakukan sejak September 2020, karena enam bulan sebelum pencoblosan, kata dia, memerlukan aktivitas yang berskala besar dan bertemu dengan orang banyak. Namun dengan pertimbangan virus corona baru reda pada Oktober 2020, Arif mengatakan akan berisiko jika mereka hanya menunda hingga Maret saja. Untuk itu KPU merancang skenario lain yakni di Juni 2021, dan akhirnya menunda setahun penuh menjadi September 2021.
Dengan mengacu pada pasal tersebut, jika pemerintah menetapkan bahwa wabah virus korona sebagai bencana nasional, maka bisa saja opsi pemilihan lanjutan itu diberlakukan. Dalam arti pemberhentian tahapan dilakukan sampai ditahap mana. Kemudian dilanjutkan ketika wabah korona tersebut sudah reda, di mana lanjutan tahapan itu dilakukan sampai pada tahapan yang dihentikan sebelumnya. Seperti misalnya saat ini tahapan pembentukan PPK dan PPS, jika sudah dibentuk namun belum dilantik, tahapan dihentikan, maka PPK dan PPS itu dilantik saat tahapan pemilihan dilanjutkan. Begitu pula dengan tahapan lain, misalnya tahapan verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, maka akan dilanjutkan saat tahapan pemilihan dilanjutkan kembali.
Penundaan tahapan Pilkada juga pernah terjadi saat Pilkada tahun 2015 lalu. Di mana pasangan calon yang maju dalam Pilkada minimal dua pasangan calon. Belum diatur bagaimana jika Pilkada hanya diikuti oleh satu pasang calon saja. Beberapa KPU Kabupaten/Kota saat itu menghentikan tahapan, sambil menunggu keputusan lebih lanjut. Salah satunya adanya judicial review di Mahkamah Konstitusi, dimana saat itu akhirnya calon tunggal dalam Pilkada tetap bisa dilaksanakan. Akhirnya KPU Kabupaten/Kota dengan calon tunggal pun melanjutkan tahapan Pilkada yang sempat terhenti tersebut.
Begitu cepatnya penyebaran virus corona (covid -19), sehingga Pemerintah telah menetapkan libur diperpanjang status darurat sampai 29 Mei 2020 dalam merespons penyebaran virus corona (Covid-19). Hingga penundaan seleksi CPNS 2020 ini. Bawaslu RI secara tegas-tegas telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 0706 tahun 2020 tentang himbauan pencegahan penularan Covid -19. KPU juga mengeluarkan Surat Edaran No. 08 tahun 2020 tentang penundaan tahapan Pilkada dalam rangka pencegahan virus baru yg bernama Covid -19. Polri juga telah mengeluarkan Maklumat kepatuhan terhadap kebijakan Pemerintah dalam penanganan penyebaran virus corona (covid 19), yang isinya adalah larangan tidak mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun di lingkungan sendiri.
Diantaranya pertemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan dan kegiatan lainnya yang sejenis. Kemudian, kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazaar, pasar malam, pameran, dan resepsi keluarga. Maklumat Polri Nomor: Mak/2/III/2020 tanggal 19 Maret 2020 sangat penting untuk dibaca dan dilaksanakan oleh segenap masyarakat tanah air. Bawaslu telah melakukan Penerapan kebijakan Social Distancing (Pembatasan Tatap Muka) untuk mencegah penyebaran Covid-19, semata-mata untuk mencegah dan berupaya memutus mata rantai covid -19. Termasuk melakukan gerakan cuci tangan, menyediakan hand sanitizier, dan rutin melakukan penyemprotan disinfektan di seluruh ruangan kantor. Pemerintah juga menyarankan agar para pegawai bekerja dari rumah (work from home) sebagai salah satu antisipasi meluasnya virus ini. Bukan tanpa alasan penetapan masa libur 14 hari karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan masa inkubasi virus korona berkisar 2-14 hari setelah terpapar. Masa inkubasi yakni waktu antara terjadinya infeksi dan timbul. Untuk itu sebagai upaya pencegahan virus Covid-19 tetap hati-hati dengan rajin mencuci tangan sebelum dan sesudah, menjaga daya tahan tubuh, memakai masker, menghindari kontak atau berjabat tangan (bersalaman), apalagi cipika cipiki karena sangat rawan dapat tertular apabila yg tanpa anda ketahui salah satu terkena wabah virus, dan tetap jaga jarak (physical distansing) dan pembatasan sosial (sosial distancing), lembaga kesehatan menyarankan jaga jarak aman adalah 1,5 Meter.
Apakah warga yang tidak Mematuhi Larangan membatasi pertemuan/berkumpul dapat di kenai Pidana atau hukuman pada saat Situasi bencana/Wabah Corona (covid -19) seperti ini? Pasal 14 ayat 1 UU No 4 Tahun 1984 Tentang wabah penyakit menular "Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).” Adapun Pasal 14 Ayat 2 UU No 4 Tahun 1984 “Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).”
Tanggal 19 Maret 2020 Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Drs. Idham Azis, M.Si. telah mengeluarkan MAKLUMAT tentang kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dalam penanganan penyebaran virus corona (covid -19), adanya perintah polri wajib melakukan penindakan apabila ditemukan pelanggaran terhadap isi maklumat diantara larangan tidak mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik ditempat umum maupun di lingkungan sendiri, yaitu : Pertemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, dan kegiatan lainnya yang sejenis, Kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran dan resepsi keluarga, Kegiatan olah raga, kesenian dan jasa hiburan, Unjuk rasa, pawai dan karnaval, serta kegiatan lainnya yang sifatnya berkumpulnya massa.
Bagi Warga Negara yang menghalangi petugas terkait maklumat Kapolri maka dapat dilakukan tindakan kepolisian apabila warga tidak mengindahkan maka Polri tidak segan melakukan penindakan. Apabila warga menolak atau melawan aparat, maka Polri akan menindak tegas sesuai pasal ini Pasal 212, 216 dan 218 KUHP yang bisa diterapkan bagi masyarakat yang tetap berkumpul di suatu tempat : Pasal 212 KUHP berbunyi : “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pasal 214 KUHP, jika hal tersebut dilakukan oleh dua orang atau lebih maka ancaman pidananya maksimal tujuh tahun penjara. Pasal 216 ayat (1) berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.”
Pasal 218 KUHP berbunyi : “Barang siapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah”. Sebagaimana Asas hukum “Salus Populi Suprema Lex Esto” yang artinya adalah keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Dalam konstitusi negara Indonesia di dalam pembukaan UUD alenia 4 di tegaskan : "....membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia..dst..
Dengan demikian dampak munculnya pandemi virus corona covid-19 sebagai wabah penyakit global sangat menghambat tahapan Pilkada serentak 2020.
Penulis adalah Ketua Bawaslu Tulungagung