Membangun Hubungan Antar Penyelenggara Pemilu
|
Reporter : Intan Mulyana Rukmanawaty
Editor : Pungki Dwi Puspito
Tulungagung (tulungagung.bawaslu.go.id). “Badan Pengawas Pemilihan Umum memegang peranan penting untuk mengontrol pelaksanaan Pemilu dalam kaitannya menjaga integritas dan akuntabilitas pemilu. Pengawasan pemilu dilakukan mengacu pada regulasi yang terkait dengan pelaksanaan pemilu. Selanjutnya, guna mendukung suksesnya pemilihan umum, maka hubungan antar penyelenggara pemilu harus diperbaiki. Seringkali, Bawaslu dianggap mengganggu maupun terlalu ketat dalam melakukan tugas pengawasan. Sehingga, banyak terjadi problematika antara KPU dengan Bawaslu”, demikian kutipan dari prolog panitia penyelenggara diskusi ke-09.
Diskusi yang di montori oleh Bawaslu Jawa Timur, untuk kali ini yang bertanggung jawab atas jalannya diskusi adalah Bawaslu Kabupaten Tuban dan Bawaslu Kabupaten Lamongan, dengan narasumber Fatkhul Ikhsan selaku Ketua KPU Kabupaten Tuban dan Madekhan Ali selaku Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Lamongan, Kamis (12/8/2021).
Pada kesempatan tersebut, Fatkhul Ikhsan menyampaikan dasar hukum tentang kepemiluan sebagai berikut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Jadi UU No. 7 Tahun 2017 ini adalah UU yang dijadikan dasar untuk pelaksanaan Pemilu Serentak di Tahun 2019,” jelasnya.
Fatkhul menjelaskan, bahwa tugas dan fungsi masing – masing lembaga penyelenggara Pemilu sudah di atur dalam regulasi UU No 7 Tahun 2017. Namun dalam prosesnya di lapangan seringkali adanya perbedaan penafsiran sebuah produk hukum.
Perbedaan penafsiran hukum tersebut menurut Ketua KPU Kabupaten Tuban bisa di minimalisir, bilamana antara lembaga terutama di daerah sering bersilaturrohmi dan koordinasi. Melalui komunikasi yang intens antar lembaga Pemilu maka Bawaslu dan KPU di daerah akan berjalan harmonis tanpa meninggalkan peraturan yang berlaku. Beliau mencontohkan pengalaman sewaktu mendapatkan surat rekomendasi dari Bawaslu, dimana dalam peraturan yang berlaku rekomendasi tersebut harus di tindak lanjuti oleh KPU.
“Kita sendiri pernah mendapatkan surat rekomendasi penundaan rekapitulasi suara, tetapi karena kuatnya komunikasi dan sialturrohmi antara KPU dan Bawaslu maka surat tersebut kita tindak lanjuti langsung tanpa ada perdebatan penafsiran”, terangnya.
Menurut Fatkhul, penguatan hubungan antar lembaga penyelenggara Pemilu perlu untuk dipersiapkan sejak sekarang, mengingat kuatnya wacana pelaksanaan pemilu serentak yang akan diselenggarakan di Tahun 2024.
“Pada Tahun 2024 akan ada 2 (dua) pemilihan, yang pertama Pemilu Serentak yang di laksanakan di awal Tahun 2024 kemudian yang kedua Pemilihan Serentak yang akan dilaksanakan di akhir Tahun 2024, karena hal tersebut sudah di sebutkan dalam UU Pilkada”, terangnya.
Terkait wacana Pemilu 2024 sebagai akademisi, Madekhan Ali memiliki banyak kekhawatiran apabila Pemilu 2024 tetap dilaksanakan. Mengingat, kondisi saat ini Negara kita masih berperang melawan covid-19.
“Secara pribadi saya menginginkan Pemilu 2024 itu ditunda paling tidak di revisi UU itu tapi apa mau dikata,” ungkapnya.
Madhekan menyebutkan ada beberapa titik kritis salah satunya yaitu proses pemungutan dan penghitugan yang melelahkan. Gambaran kerentanan situasi di tahun 2024 yang mana hingga saat ini belum dapat dipastikan covid-19 akan berakhir di tambah lagi ada beberapa istilah “mari berteman dengan covid” itu dapat menjadi sebuah singnal di tahun 2024 masih sangat berpotensi. Oleh karena itu, kita harus menerapkan protokol keehatan dengan sangat ketat.
“Pada tahun 2019 saja sudah banyak yang kelelahan hingga jatuh sakit. Faktanya banyak penyelenggara pemilihan di tingkat TPS dan KPPS yang tumbang kemudian meninggal dalam kategori yang banyak”, tambahnya.