KOMISIONER BAWASLU TULUNGAGUNG HADIRI SIDANG DKPP
|
SURABAYA, tulungagung.bawaslu.go.id. Komisioner Bawaslu Kabupaten Tulungagung menjalani sidang Kode Etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jumat (6/9/2019) di Kantor Bawaslu Provinsi Jawa Timur.
Mereka diadukan oleh politisi Partai Nasdem Achmad Yulianto, yang memberikan kuasa kepada Hery Widodo.
5 (lima) anggota Bawaslu Tulungagung adalah Fayakun, SH., M.Hum., Endro Sunarko, S.Pd., Pungki Dwi Puspito, S.Pd.I., Zuhrotur Rofiqatin, SH., dan Suyitno Arman, S.Sos., M.Si.
Diadukan pula seluruh anggota KPU Tulungagung, anggota PPK dan Panwascam Kecamatan Kedungwaru, serta anggota PPK dan Panwascam Kecamatan Tulungagung. Keseluruhan ada 26 orang anggota penyelenggara dan pengawas pemilu 2019 yang diadukan.
Dalam pokok aduannya, Pengadu menduga ada perubahan perolehan suara yang dilakukan oleh para Teradu dari PPK Tulungagung, PPK Kedungwaru, dan KPU Kabupaten Tulungagung pada form DAA1 dan DA1 pada berbagai TPS yang ada di Kecamatan Tulungagung dan Kecamatan Kedungwaru.
Perubahan suara yang diduga dilakukan oleh PPK Tulungagung terjadi pada saat Rekapitukasi Suara Kecamatan Tulungagung pada 20–25 April 2019 di Kantor Kelurahan Kutoanyar. Sedangkan perubahan suara untuk PPK Kedungwaru terjadi pada saat Rekapitukasi Suara Kecamatan Kedungwaru pada 20-25 April di Kantor Kecamatan Kedungwaru.
Unsur pengawas pemilu yakni Panwascam Tulungagung, Panwascam Kedungwaru, dan Bawaslu Kabupaten Tulungagung turut diadukan. Lantaran dituduh oleh pengadu tidak melakukan pencegahan dan pelaporan terkait perubahan suara tersebut.
Dalam sidang pemeriksaan, Ketua Bawaslu Tulungagung Fayakun membantah seluruh dalil pengadu. Ia menyebut bahwa setiap aktivitas pengawasan Pemilu telah dilakukan secara berjenjang sesuai tingkatannya masing-masing.
Fayakun mengakui pernah adanya keberatan dari saksi partai politik pada saat rekapitulasi tingkat kabupaten. “Namun keberatan ini telah ditindaklanjuti dengan menginstruksikan kepada KPU untuk melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam hasil rekapitulasi penghitungan suara. Itu terjadi saat rekap untuk Kecamatan Kedungwaru.”, kata Fayakun.
Fayakun menambahkan, Bawaslu juga mengintruksikan kepada KPU Kabupaten Tulungagung untuk membuka kotak suara guna mencocokkan ulang model DAA.1 Plano DPRD Kabupaten dan Model DA.1 DPRD Kabupaten untuk Kecamatan Ngantru.
Bantahan atas dalil-dali pengadu juga disampaikan Ketua KPU Kabupaten Tulungagung, Mustofa. Menurutnya, komisioner KPU tingkat Kabupaten hanya berwenang menetapkan dan mengumumkan rekapitulasi penghitungan suara Pileg DPRD Kabupaten/Kota berdasar hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Kecamatan.
“Jadi sangatlah tidak benar dan tidak beralasan aduan Pengadu yang menyatakan Ketua dan empat Anggota KPU Kabupaten Tulungagung memindahkan perolehan suara calon dari formulir C1 ke DAA1 dan DA1. Karena pengisian formulir DAA1 dan DA1 menjadi kewenangan PPK, bukan menjadi kewenangan KPU Kabupaten/Kota,” jelasnya.
Dalam sidang, Bawaslu Tulungagung sebenarnya telah menghadirkan enam orang saksi, yaitu Nurul Ilmi Zuhaifah, Faizal Fahrurudin, Amit Bagus , Ayuk Putri, Varig C. dan Ahmadza Dzikri M. Namun karena dinilai tidak diperlukan, majelis hakim memutuskan ke enam saksi tersebut tidak perlu didengar keteranganya.
Hal sama terjadi atas pihak pengadu. Keinginan mereka untuk menghadirkan saksi juga ditolak majelis hakim. Terlebih saksi yang dimaksud, saat sidang masih belum bisa dihadirkan.
Sidang dalam perkara 256-PKE-DKPP/VIII/2019 ini sendiri dipimpin langsung oleh Ketua DKPP, Dr. Harjono selaku Ketua majelis. Bersama Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Jatim sebagai Anggota majelis, yakni Aang Kunaifi (unsur Bawaslu), Rochani (unsur KPU) dan Abdul Chalik (unsur Masyarakat). (Arm)