Lompat ke isi utama

Berita

Hak pilih Pemilu 2024 dan filosofi nilai-nilai Pancasila

Penulis : Fayakun, S. H., M. Hum., M. M.

Tanggal 14 Februari 2024 merupakan momen pemungutan suara Pemilihan Umum tahun 2024 bagi rakyat Indonesia.

Dalam hal ini rakyat Indonesia memiliki kedaulatan, memiliki tanggungjawab, hak dan kewajiban untuk memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Perwujudan kedaulatan rakyat inilah dilaksanakan melalui Pemilu sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin melalui Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta memilih wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.

Pemilih menurut UU Pemilu adalah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin,
atau sudah pemah kawin.

Nilai-nilai luhur Pancasila yang termaktub dalam kelima sila Pancasila, luar biasa untuk diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu).

Sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan pedoman bagi para peserta Pemilu sekaligus masyarakat sebagai pengguna hak pilih agar tidak mengusung sentimen agama untuk keperluan memeroleh dukungan suara atau memenangkan Pemilu.

Sila pertama mengajarkan memberi kebebasan kepada masing-masing individu untuk meyakini agama dan kepercayaan masing-masing, menghormati agama orang lain, sekaligus tidak memaksakan kehendak atas agama dan kepercayaan yang diyakininya kepada orang lain.

Demikian pula, dalam perhelatan Pemilu, sudah semestinya, setiap pemilih diberi kebebasan untuk menentukan preferensi pilihannya (atas partai politik atau calon) berdasarkan keyakinan hati nurani masing-masing, termasuk keyakinan agamanya, tanpa memaksakan keyakinan itu kepada orang lain, melainkan harus saling hormat menghormati atas keyakinan orang lain dalam menjatuhkan pilihan politiknya. Kampanye negatif dengan memanfaatkan sentiment keagamaan demi memenangkan sebuah kontestasi politik, telah terbukti menimbulkan dampak keterbelahan, polarisasi, saling curiga, permusuhan, saling benci dan menebar dendam berkepanjangan sesama anak bangsa.

Keadaan seperti itu tentu berlawanan dengan hasrat dan suasana kebatinan para pendiri negara kita saat melahirkan Pancasila dahulu, yang justru melalui Pancasila itulah, mereka berkeinginan untuk menyatukan berbagai golongan yang ada di bangsa kita, dengan menempatkan Pancasila di atas semua golongan. Setidaknya hal tersebut seperti tersirat dalam pidato Bung Karno tentang Pancasila pada 1 Juni 1945. Yakni ‘’Kita hendak mendirikan suatu negara, semua buat semua. Bukan buat satu orang, bukan satu golonga, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi semua’’

Adapun sila kedua Pancasila, Kemanusian yang Adil Beradab merupakan filosofi yang pada perhelatan Pemilu seharusnya terwujud dalam keadilan penggunaan hak memilih. Pada Pemilu, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah berusia 17 tahun, sudah menikah atau pernah menikan, dan haknya tidak dicabut, memiliki hak untuk memilih pemimpinnya tanpa kecuali dan memiliki suara yang setara atau nilai dan derajat yang sama. Hak memilih tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin, usia, struktur sosial, maupun keterbatasan fisik dan mental.

Hak memilih dalam Pemilu merupakan hak pilih universal atau universal suffrage yang dijamin penggunaannya secara berkeadilan untuk semua warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih sesuai ketentuan.

Selain itu, Pemilu menjadi satu-satunya cara bagi calon-calon pemimpin untuk berkontestsai sekaligus berebut kekuasaan secara beradab. Mereka berkontes mengumpulkan suara dari para pendukungnya, yang diatur dalam suatu regulasi main secara jujur dan adil dalam Pemilu. Melalui Pemilu, perebutan kekuasaan atau kepemimpinan yang tidak adil, tidak beradab dan tidak demokratis, yakni melalui peperangan, penaklukan, kudeta ataupun pemberontakan, sebagimana yang terjadi pada masa lampau dinegasikan.

Selanjutnya, Persatuan Indonesia, merupakan sila ketiga Pancasila yang menjadi pedoman bagi pemilih dan kontestan dalam Pemilu agar menjaga persatuan dan kerukunan dalam menggunakan hak pilih dan berkompetisi. Kemudian juga memelihara suasana Pemilu dalam kondisi aman damai, mampu meredam konflik, dan tidak mempertajam pembilahan identitas yang mengancam persatuan dan kesatuan berbangsa. Di samping menghindari perpecahan, sila ketiga Pancasila ini juga menjadi penyemangat bagi WNI agar berpartisipasi bersama-sama menyukseskan Pemilu, baik sebagai penyelenggara, peserta, maupun pemilih.

Berikutnya, sila keempat Pancasila, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, adalah dasar adanya Pemilu dan berdemokrasi. Pemilu merupakan proses memilih pemimpin, dari, oleh, dan untuk rakyat. Hak memilih berasal dari rakyat kemudian dukungan suara terbanyak rakyat menghasilkan perwakilan pemimpin. Pemimpin inilah yang menyusun dan memutuskan kebijakan guna mengatur kepentingan rakyat.

Sementara sila terakhir Pancasila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi acuan bagi peserta Pemilu dan pemilih untuk menjunjung keadilan. Untuk terwujudnya keadilan dalam Pemilu para peserta Pemilu (parpol dan calon) dilarang melakukan pembelian suara atau mendistribusikan keuntungan baik material maupun non material kepada pribadi atau kelompok pemilih.

Demikian pula, agar terjaga keadilan Pemilu, penyelenggara Pemilu tidak diperkenankan untuk melaksanakan tugas kepemiluan secara partisipan dengan memberikan keuntungan bagi kelompok atau peserta Pemilu tertentu, melakukan malapraktik dan fraud (kecurangan Pemilu), serta maladministrasi (kesalahan administrasi Pemilu). Adapun dari sisi pemilih, mereka tidak diperbolehkan untuk menjual suaranya kepada para peserta Pemilu, sebaliknya, dalam menggunakan hak suaranya harus secara cerdas.

Dengan seluruh nilai-nilai sila Pancasila tersebut diterjemahkan dengan baik sekaligus diejawantahkan dalam pelaksanakaan Pemilu, diharapkan para pemimpin yang berintegritas dapat dihasilkan melalui proses demokrasi itu, sehingga cita-cita bangsa Indonesia yang tersemat sejak Indonesia merdeka dapat terwujud. Ayoo awasi bersama kawal hak pilih Pemilu 2024

Penulis adalah Ketua Bawaslu Tulungagung

Tag
Tak Berkategori