Lompat ke isi utama

Berita

DPT Tidak Akurat Siapa yang di salahkan?

Penulis/Editor : Pungki Dwi Puspito


Tulungagung(tulungagung.bawaslu.go.id). Ketidak akuratan dalam Data Pemilih Tetap (DPT) merupakan permasalahan yang sering timbul dalam pelaksanaan Pemilu maupun Pilkada. Data pemilih yang valid dan akurat dalam pemilu termasuk salah satu indikator pemilu sukses dan berkualitas. Namun sebaliknya, data pemilih yang tidak akurat dapat  mengurangi kualitas pemilu, sekaligus merusak wibawa penyelenggaranya.

Akibat dari DPT yang tidak akurat (valid) bisa munculkan kepercayaan masyarakat atas kinerja penyelenggara pemilu, sehingga menimbulkan tuduhan adanya mark up data pemilih yang di lakukan oleh oknum dari penyelenggara, yang kemudian memunculkan gerakan protes dan bahkan sampai pengajuan gugatan terhadap hasil pemilu / pemilihan di Mahkamah Konstitusi.

Menurut Dr. H. Mundzar Fahman, MM dalam kesempatannya sebagai salah satu narasumber Diskusi Mingguan Divisi HDI Bawaslu Jawa Timur, ada 5 unsur dalam kompleksitas permasalahan DPT yang terdiri dari DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) dari pemerintah pusat/daerah sangat mungkin sudah mengandung masalah, petugas dari Pantarlih atau PPDP bisa jadi banyak keterbatasan, proses meng-input data dari hasil verifikasi lapangan bisa jadi juga tidak akurat 100 persen, ketika atau selama daftar pemilih sementara (DPS) diumumkan bisa juga tidak banyak warga yang tergerak hatinya untuk mengoreksi dan jeda waktu antara DPS dan DPT diumumkan dengan Hari H Pemilu/Pemilukada selama 8 - 10 bulan, sangat mungkin juga punya andil munculnya masalah. Kamis (7/8/2021)

Dalam kesempatan yang sama ABDILLAH ADHI, SE, selaku narasumber diskusi menambahkan bahwa petugas PPDP atau pantarlih dalam melakukan tugasnya dilapangan ada beberapa tantangan yang kemudian menimbulkan masalah di lapangan. Hal tersebut, beliau contohkan atas pelaksanan pemilihan di sidoarjo 2020. Dimana, permaslah tersebut disaat situasi  pandemi  akan membuat  seluruh aspek kerja terkait Coklit akan membutuhkan  kerja yang lebih baik dari kualitas maupun kuantitas, tidak singkron nya data DP4 (lebih banyak) dari Depdagri yang disampaikan melalui KPU RI dengan jumlah DAK2, petugas PPDP yang tidak  permanen, manajemen Penyusunan Daftar Pemilih perlu untuk memperhatikan geografi dan demografi penduduk, banyak pemilih yang tidak bersedia rumahnya di coklit, PPDP kesulitan untuk menemui pemilih setelah dikunjungi berkali-kali (pemilih di perumahan), banyaknya data TMS pada pemilu terakhir (Pileg, Pilpres) muncul kembali pada DP4 hasil sinkronisasi, kendala dalam pemetaan dan coklit bagi PPS dan PPDP wilayah terdampak lumpur Lapindo, dan pemilih korban lumpur Lapindo yang masih ber KTP Sidoarjo tetapi sudah berdomilisi di luar Kabupaten Sidoarjo.

Atas rumitnya masalah dalam pelaksaaan PPDP tersebut menurut Mundzar Fahman, melalui sistem pemutakhiran data pemilih yang berkelanjutan oleh KPU dengan berbasis DPT pemilu sebelumnya, dapat dipandang sebagai upaya menekan ketidak-akuratan daftar pemilih. Meskipun adanya pemutahiran data pemilih berkelanjutan, pelaksanaan Coklit Konvensional (door to door) sewaktu pelaksanaan Pemilu/Pilkada tetap dilakukan dengan juga mengoptimalkan e-Coklit, Petugas Coklit untuk Kecamatan Semi – Metropolis harus ada manajemen khusus baik dari aspek kualitas dan kuantitas, ada kolaborasi yang saling mendukung antara PPDP/Pantarlih, PKD, Pemerintahan Desa dan RT-RW.

Kemudian, Ada Asuransi / Jaminan atas situasi Pandemi bagi PPDP/Pantarlih, Koordinasi antara KPU & Bawaslu dengan stake holder jauh dari SOLID dan potensi menjadi akar masalah maka dari itu untuk tipikal daerah yang penuh kompleksitas seperti sidoarjo komunikasi & koordinasi menjadi mutlak, status Jumlah Desa / Kelurahan yang berbeda antara administrasi Pemilu dan Pemerintahan harus di carikan solusi , dan Help Desk yang aktif di tiap PPS & PKD

Tag
Tak Berkategori